TUNTUTAN GANTI KERUGIAN
PENGAJUAN TUNTUTAN GANTI KERUGIAN SETELAH DIPUTUS LEPAS OLEH PENGADILAN
“Fiat Justitia Ruat Caelum..”
Ganti
Kerugian adalah hak seorang untuk
mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 22 KUHAP). Lebih lanjut,
ganti kerugian dijelaskan di dalam Pasal
95 KUHAP, yakni :
1)
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena
ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan;
(2)
Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau
penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri,
diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77;
(3)
Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh
tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan;
(4)
Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat
(1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah
mengadili perkara pidana yang bersangkutan;
(5)
Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4)
mengikuti acara praperadilan.
Selain di dalam KUHAP,
mengenai ganti kerugian diatur pula dalam Pasal
9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni
setiap orang yang ditangkap, ditahan,
dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian
dan rehabilitasi. Di dalam pasal ini dijelaskan, yang dimaksud dengan
rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan putusan pengadilan pada
kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama baik atau hak-hak lain.
Kembali ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 7 ayat (1), Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga)
bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.
Pasal
9 :
(1)
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
(2)
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan
pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);
(3)
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal
10 :
(1)
Petikan putusan atau penetapan mengenai ganti kerugian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada pemohon dalam waktu 3 (tiga) hari setelah
putusan diucapkan.
(2)
Petikan putusan atau penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan kepada penuntut umum, penyidik, dan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.”
Pasal
11 :
(1)
Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan putusan atau penetapan
pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2)
Pembayaran ganti kerugian dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian diterima
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran ganti kerugian diatur dengan Peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Ketentuan ganti kerugian
yang disebabkan oleh penangkapan, penahanan, yang tidak sah (unlawful arrest) telah bersifat
universal. Hal ini tercantum dalam Pasal
9 ICCPR, anyone who has the victim of
unlawful arrest or detention shall have an enforeable right to compensationi, yang
berarti bahwa seseorang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan
tidak sah akan mendapat hak menuntut ganti kerugian. Ketentuan ini telah
dijabarkan pula dalam Konvensi Eropa
yang ada pada Pasal 5 ayat (5), yakni everyone who has the victim of arrest or detention in contravention to
the provisions of this article an enforceable right to compensation.
Alasan ganti kerugian,
dijelaskan oleh M.Yahya Harahap dalam
bukunya Pembahasan dan Permasalahan
Penerapan KUHAP, yakni :
-
Karena
penangkapan, penahanan atau penuntutan atau peradilan yang tidak berdasar
undang-undang;
-
Karena
tindakan lain yang tidak berdasarkan undang-undang; atau
-
Karena
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan.
Tidak hanya terhadap putusan
pembebasan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum saja tuntutan ganti
kerugian dapat diajukan, tetapi juga terhadap putusan pemidanaan apabila dalam
proses pemeriksaan ada tindakan penangkapan atau penahanan atau tindakan lain
yang tidak berdasarkan undang-undang. Namun, mengenai dikabulkan atau tidaknya
tuntutan ganti kerugian, adalah masalah lain atau tergantung hakim yang
memeriksa. Dalam menetapkan dikabulkan atau tidaknya tuntutan ganti kerugian,
hakim mempertimbangkan berdasar kebenaran dan keadilan sehingga dengan demikian
tidak semua tuntutan ganti kerugian akan dikabulkan oleh hakim.
Bentuk ganti kerugian sebagaimana
disebutkan dalam buku Yahya Harahap,
sebagai berikut :
1. Tuntutan ganti kerugian secara
alternatif (Primair dan Subsidair);
2. Hanya satu saja tuntutan ganti
kerugian (tunggal);
3. Tuntutan ganti kerugian secara
kumulatif.
Dalam kasus ini,
seseorang telah diputus lepas oleh Pengadilan dan ingin mengajukan tuntutan
ganti kerugian atas apa yang di deritanya, terkhusus dalam hal finansial.
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa itu
putusan lepas (onslag van recht
vervolging) dan putusan bebas (vrijspraak).
Dalam Pasal 191 KUHAP disebutkan :
(1) Jika pengadilan
berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,
maka terdakwa diputus bebas;
(2) Jika pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yanng didakwakan
kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum;
Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu kasus yang telah
diajukan dalam pengadilan sebagai suatu tindak pidana, ternyata terbukti bukan
merupakan tindak pidana. Maka dalam perkara seperti ini, terdakwa harus diputus
lepas dari segala tuntutannya. Seperti yang terdapat dalam Putusan No.
188/Pid.B/PN.Bkn dan Putusan No. 749/K/Pid/2013 yang diputus lepas oleh pengadilan.
Dalam hal ini, perkara dan terdakwanya sudah diperiksa dan diadili di sidang
pengadilan, dan pengadilan telah menjatuhkan putusan kepada terdakwa. Kemudian,
pengadilan menjatuhkan putusan, barulah terdakwa mengajukan tuntutan ganti
kerugian atas alasan bahwa penangkapan, penahanan, penuntutan, atau peradilan
yang dilakukan terhadapnya adalah tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang.
Misalnya, pengadilan telah menjatuhkan putusan bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum kepada terdakwa. Sedang selama proses pemeriksaan penyidikan
sampai ke pemeriksaan sidang pengadilan, terdakwa telah dikenakan penahanan.
Dengan putusan pembebasan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum yang
dijatuhkan pengadilan kepadanya, menimbulkan konsekuensi bahwa penahanan tanpa
alasan yang dibenarkan undang-undang. Berarti terdakwa dibenarkan Pasal 95
untuk mengajukan tutuan ganti kerugian. Tuntutan ganti kerugian ini dilakukan
terdakwa setelah pengadilan menjatuhkan putusan.
Perlu diperhatikan, produk apa yang menjadi landasan tuntutan
ganti kerugian. Apakah tuntutan itu didasarkan atas putusan pengadilan atau
penetapan praperadilan, atau apakah tuntutan ganti kerugian didasarkan atas
landasan pemberitahuan penghentian penyidikan maupun atas dasar surat penetapan
penghentian penuntutan. Jika yang menjadi landasan tuntuan ganti kerugian
berupa putusan pengadilan, tenggang waktu adalah 3 (tiga) bulan terhitung sejak
putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari putusan pengadilan yang menjatuhkan putusan
lepas, seseorang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atas apa yang di
deritanya selama proses pemeriksaan berlangsung, dengan menggunakan dasar-dasar
hukum sebagaimana disebutkan di atas tentang ganti kerugian dan rehabilitasi.
Comments
Post a Comment