RUPS, DIREKSI DAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS
PERSEROAN TERBATAS
(UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS/ UU PT)
(UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS/ UU PT)
Pasal 1 butir 1 UU PT, menyatakan bahwa Perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, di dirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Organ Perseroan terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris (Pasal 1 butir 2 UU PT).
Pasal 1 butir 4 UU PT, RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Pasal
1 butir 5 UU PT, Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan,
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Pasal 1 butir 6 UU PT, Dewan Komisaris adalah organ Perseroan
yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
1. RUPS/Rapat Umum Pemegang Saham
(Pasal 75-91 UU PT)
Dalam
Forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitann dengan Perseroan
dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara
rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. Dalam Pasal
75 UU PT, RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan
melakukan kegiatan usahanya, tetapi harus di wilayah Negara Republik Indonesia.
Selain itu, RUPS sesuai dengan Pasal 76
ayat (1) UU PT, dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video
konferensi, atau sarana media elektronik lainnya namun harus dipastikan semua
peserta RUPS saling melihat, mendengar dan berpartisipasi secara langsung.
Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambil keputusan diatur dalam anggaran
dasar Perseroan.
RUPS
terdiri atas RUPS Tahunan, yang wajib diselenggarakan dalam jangka waktu paling
lambat 6 bulan setelah tahun buku berakhir dan RUPS lainnya yang dapat diadakan
setiap waktu berdasarkan kebutuhan. Direksi
menyelenggarakan RUPS dengan didaahulu pemanggilan RUPS. RUPS dapat dilakukan
atas permintaan 1 orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili
1/10 atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan jumlah yang lebih kecil; atau Dewan Komisaris. Permintaan ini
diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat yang disampaikan oleh pemegang
saham dengan tembusannya kepada Dewan Komisaris.
Direksi
wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 hari
terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Apabila Direksi
tidak melakukan pemanggilan, maka permintaan penyelenggaraan oleh Pemegang Saham
diajukan kembali kepada Dewan Komisaris [Pasal
79 ayat (6) butir a UU PT] ; jika permintaan
penyelenggaraan oleh Dewan Komisaris, maka Dewan Komisaris melakukan
pemanggilan sendiri RUPS [Pasal 79 ayat
(6) butir b UU PT]. Dewan Komisaris
wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) butir a,
paling lama 15 hari. Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan
pemanggilan RUPS dalam jangka waktu tersebut, pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian
izin.
Pemanggilan
RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari, sebelum tanggal RUPS
diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam
Surat Kabar. Keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan
suara bulat. Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali
anggaran dasar menentukan lain. RUPs dapat dilangsukngkan jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 bagian dari jumlah seluuh saham dengan hak suara hadir atau diwakili,
kecuali ditentukan lain. Jika tidak tercapai kuorum, dapat dilakukan panggilan
kedua dan ketiga dengan jangka waktu 7 hari. Keputusan RUPS diambil berdasarkan
musyawarah mufakat. Keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang
dan/atau anggaran dasar (Pasal 86-87 UU
PT). RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam
rapat paling sedikit 2/3 dari jumlah hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lain.
Jika tidak tercapai dapat dilakukan RUPS kedua.
Dalam
Pasal 89 ayat (1) UU PT, disebutkan
apabila RUPS menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau
Pemisahan, pengajuan permohonan agar dinyatakan pailit, perpanjangan jangka
waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat
paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lain. Jika kuorum
tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 89 ayat (3) UU PT. Setiap
penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 1 orang pemegang saham
yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Namun, jika risalah dibuat dengan
akta notaris, tanda tangan tersebut tidak disyaratkan. Pemegang saham dapat
juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua
pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani
usul yang bersangkutan (Pasal 91 UU PT).
2. Direksi (Pasal 92-107 UU PT)
Direksi
menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan. Direksi Perseroan terdiri atas 1 orang anggota Direksi
atau lebih. Dalam hal Direksi terdiri atau 2 orang atau lebih, pembagian tugas
dan wewenang pengurusannya akan ditetapkan oleh RUPS atau jika tidak ada, akan
ditetapkan melalui keputusan Direksi. Di dalam Pasal 93 UU PT, yang dapat diangkat menjadi Direksi adalah orang
perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun
sebelumnya, pernah dinyatakan pailit dan/ atau menyebabkan suatu Perseroan
dinyatakan pailit. Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian Direksi
dilakukan oleh RUPS. Selanjutnya, Direksi wajib memberitahukan perubahan
anggota Direksi kepada menteri untuk dicatat paling lambat 30hari setelah
tanggal keputusan RUPS tersebut. Pengangkatan yang tidak memenuhi persyaratan
pengangkatan seorang Direksi, dinyatakan batal demi hukum sejak diketahui oleh
anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris. Perbuatan hukum yang dilakukan
sebelum pengangkatannya dinyatakan batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung
jawab Perseroan. Akan tetapi, setelah
pengangkatannya batal, maka perbuatan hukumnya adalah tidak sah dan menjadi
tanggung jawab yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 95 UU PT.
Pengurusan
Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, wajib didasari dengan iktikad bail dan
penuh tanggung jawab, atau yang dikenal dengan adanya asas fiduciary duty yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2). Apabila seorang Direksi bersalah atau lalai
menjalan tugasnya, maka ia bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan. Apabila terdapat lebih dari 1 Direksi, maka tanggung jawab harus
dilakukan secara tanggung renteng. Namun, ada pengecualian di dalam ayat (5) yang menyatakan bahwa Direksi
tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara pribadi apabila ia dapat
membuktikan : (mengadopsi prinsip BJR)
a. kerugian tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan
pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan
kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
yang mengakibatkan kerugian;
d. telah mengambil tindakan
untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Direksi
merupakan wakil dari Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Kewenangan Direksi adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, maupun RUPS. Di dalam Pasal
99 ayat (1) UU PT, disebutkan anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan
apabila terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi
yang bersangkutan, dan/atau anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai
benturan kepentingan dengan Perseroan. Kewajiban Direksi diatur dalam Pasal 100 ayat (1) UU PT, antara lain :
a. membuat daftar pemegang
saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;
b. membuat laporan tahunan,
dan dokumen keuangan Perseroan;
c. memelihara seluruh
daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan.
Anggota Direksi
wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi
yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk
selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS
apabila akan mengalihkan kekayaan pPerseroan dan/atau menjadikan jaminan uang
kekayaan perseroaan yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih Perseroan
dalam 1 transaksi atau lebih. Perbuatan hukum ini apabila dilakukan tanpa
persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang dilakukan dengan iktikad
baik. Dalam melakukan suatu perbuatan hukum, Direksi dapat memberikan kuasa
tertulis kepada 1 orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain
untuk dan atas nama Perseroan sebagaimana diuraikan nantinya dalam surat kuasa.
Dalam Pasal 104 UU PT, disebutkan bahwa Direksi
tidak berwenang mengajukan pailit sebelum mendapatkan persetujuan dari RUPS.
Apabila kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, maka setiap
anggota Direksi wajib bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit. Hal ini berlaku juga bagi
anggota Direksi yang salah atau lali yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi
dalam jangka waktu 5 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Namun, Direksi
bisa tidak dikenai pertanggung jawaban apabila Direksi dapat membuktikan :
a. kepailitan tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan
pengurusan dengan iktikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dan tindakan pengurusan yang
dilakukan;
d. telah mengambil tindakan
untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Anggota Direksi
dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya,
setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri dalam RUPS,
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
105 UU PT. Annggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh Dewan
Komisaris secara tertulis dengan menyebutkan alasannya. Selanjutnya, anggota Direksi
tersebut tidak berwenang melakukan tugasnya. Selanjutnya, dalam waktu paling
lambat 30 hari harus segera diselenggarakan RUPS, dan anggota Direksi tersebut
diberi kesempatan untuk membela diri, kemudian RUPS akan mengambil keputusan
untuk mencabut atau menguatkan keeputusan pemberhentian.
3. Dewan Komisaris (Pasal 108-121 UU
PT)
Dewan
Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan
pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi
nasihat kepada Direksi (Pasal 108 UU PT),
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Dewan Komisaris terdiri dari 1 orang
atau lebih. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib memiliki juga Dewan Pengawas
Syariah.
Berdasarkan
Pasal 110 UU PT, yang dapat diangkat
menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya melakukan
:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi
atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan
dinyatakan pailit;
c. dihukum karena melakukan
tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan
sektor keuangan.
Pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian Anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.
Direksi dalam waktu 30 hari wajib memberitahukan kepada Meenteri apabila
terjadi hal-hal tersebut. Dalam Pasal
112 UU PT, pengangkatan Anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi
persyaratan, dinyatakan batal demi hukum sejak diketahuinya hal tersebut. Sama
seperti pengaturan Direksi, perbuatan hukum yang telah dilakukan anggota Dewan
Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung
jawab Perseroan. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan iktikad baik,
kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut
bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila ia bersalah
atau lalai menjalankan tugasnya, dan berlaku tanggung renteng apabila terdapat
2 atau lebih Dewan Komisaris. Namun, Dewan Komisaris dapat dibebaskan dari
tanggung jawab tersebut apabila dapat membuktikan :
a. telah melakukan
pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai
kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian;
c. telah memberikan nasihat
kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Mengenai
kepailitan, dalam Pasal 115 UU PT, kesalahan
atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan
yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota
Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota
Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. Akan tetapi, anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas kepailitan Perseroan,
apabila dapat membuktikan :
a. kepailitan tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas
pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai
kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan;
d. telah memberikan nasihat
kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Kewajiban
Dewan Komisaris dicantumkan dalam Pasal
116 UU PT, yakni :
a. membuat risalah rapat
Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. melaporkan kepada
Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan
tersebut dan Perseroan lain;
c. memberikan laporan
tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru
lampau kepada RUPS.
Berdasarkan
anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan
pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Anggaran dasar dapat mengatur adanya 1 orang atau lebih Komisaris Independen
dan 1 orang Komisaris Utusan. Dalam
menjalankan tugas pengawasan, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang
anggotanya seorang atau lebih adalah anggotaa Dewan Komisaris. Komite tersebut
bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
Comments
Post a Comment