TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PEMERIKSA/PEMUTUS PERKARA DALAM KPKPU
TUGAS DAN WEWENANG
HAKIM PEMERIKSA/ PEMUTUS PERKARA
A. DALAM PERMOHONAN
PERNYATAAN PAILIT
1. Menyatakan
pailit Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih atas permohonan
Debitor maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya (Pasal 2 ayat (1));
2. Memutuskan
permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur
dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan hukum Debitor (Pasal 3
ayat (1));
3. Memutuskan
permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah
Negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum
terakhir Debitor (Pasal 3 ayat (3));
4. Memutuskan
permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor adalah persero suatu firma yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma (Pasal 3 ayat (3));
5. Memutuskan
permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor tidak berkedudukan di wilayah
Negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah
Negara Republik Indonesia (Pasal 3 ayat
(4));
6. Memutuskan
permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor merupakan badan hukum di tempat
kedudukan hukumnya sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya (Pasal 3 ayat (5));
7. Mempelajari
permohonan pernyataan pailit dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan (Pasal 6 ayat (5));
8. Menyelenggarakan
sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit dalam jangka waktu paling
lambat 20 (dua puluh hari) setelah tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 6 ayat (6));
9. Menunda
penyelenggaraan sidang pemeriksaan permohonan pernyataan pailit sampai dengan
paling lambat 25 (dua puluh lima hari) setelah tanggal permohonan didaftarkan,
atas permohonan Debitor berdasarkan alasan yang cukup (Pasal 6 ayat (7) dan (5));
10. Wajib
memanggil Debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh
Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri
Keuangan (Pasal 8 ayat (1) sub a);
11. Dapat
memanggil Kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan
bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) telah terpenuhi (Pasal 8 ayat
(1) sub b dan Pasal 2 ayat (1));
12. Mengabulkan
permohonan pernyataan pailit apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti
secara sederhana (Pasal 8 ayat (4) dan
Pasal 2 ayat (1));
13. Mengucapkan
putusan permohonan pernyataan pailit paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5));
14. Wajib
memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 8 ayat (6)) sub a dan Pasal 8 ayat
(5));
15. Wajib
memuat pertimbangan hukum dan pendapat yanng berbeda dari hakim anggota atau
ketua majelis (Pasal 8 ayat (6) sub b
dan Pasal 8 ayat (5));
16. Mengucapkan
putusan permohona pernyataan pailit yang
memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan, dalam sidang
terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan lebih dahulu (Pasal 8 ayat (7) dan (6));
17. Wajib
menyampaikan salinan putusan permohonan pernyataan pailit paling lambat 3
(tiga) hari setelah tanggal putusan diucapkan, kepada Debitor pemohon
pernyataan pailit, Kurator dan Hakim Pengawas, dengan surat kilat tercatat (Pasal 9 dan Pasal 8 ayat (6));
18. Menerima
permohonan dari setiap Kreditor,
Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan
untuk : (Pasal 10 ayat (1));
a.
Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor;
b.
Menunjuk Kurator sementara.
19. Menetapkan
syarat agar Kreditor pemmohon sita jaminan memberikan jaminan yang dianggap wajar
oleh Hakim Pemeriksa/Pemutus Perkara (Pasal
10 ayat (3) dan ayat (1) huruf a);
20. Mengangkat
kurator dan menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1));
21. Mengangkat
Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator dalam hal pemohon yang berwenang
mengajukan permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan
Kurator (Pasal 15 ayat (2));
22. Menetapkan
biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator, dalam hal membatalkan putusan
pernyataan pailit (Pasal 17 ayat (2));
23. Menetapkan
perbandingan pembebanan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator kepada
pemohon pernyataan pailit atau kepada pemohon dan Debitor (Pasal 17 ayat (3) dan (2));
24. Memutuskan
pencabutan putusan pernyataan pailit atas usul Hakim Pengawas dan setelah
mendengar panitia Kreditor sementara jika ada serta setelah memanggil dengan
sah atau mendengar Debitor (Pasal 18
ayat (1));
25. Menetapkan
jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator dalam putusan pencabutan
pernyataan pailit (Pasal 18 ayat (3));
26. Membebankan
biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator kepada Debitor dalam putusan
pencabutan pernyataan pailit (Pasal 18
ayat (4) dan (3));
27. Menerima
permohonan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang merugikan kepentingan
Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 41 ayat (1));
28. Menerima
permohonan perlawanan atas penolakan Hakim Pengawas untuk mengangkat atau
mengubah persyaratan penangguhan hak eksekusi Kreditor pemegang hak tanggungan
dan seterusnya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1), dalam jangka watu
paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan (Pasal 58 ayat (3) dan (2));
29. Wajib
memutuskan permohonan perlawanan atas penolakan Hakim Pengawas untuk mengangkat
atau mengubah persyaratan penangguhan hak eksekusi Kreditor pemegang hak
tanggungan dan seterusnya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) dalam
jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah perlawanan diterima (Pasal 58 ayat (3) dan (2));
30. Wajib
mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai
pengurusan atau pemberesan harta pailit (Pasal
66);
31. Menerima
pelimpahan pemeriksaan saksi atas permintaan Hakim Pengawas dari Pengadilan
Niaga yang daerah hukumnya tidak meliputi tempat tinggal saksi (Pasal 67 ayat (4));
32. Menerima
permohonan banding atas semua penetapan Hakim Pengawas, dalam waktu 5 (lima)
hari setelah penetapan dibuat (Pasal 68
ayat (1) dan (2));
33. Memeriksa
ada tidaknya izin Hakim Pengawas kepada Kurator untuk menghadap di sidang
Pengadilan (Pasal 69 ayat (5), Pasal 36,
Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 59 ayat (3));
34. Mengabulkan
usul penggantian dan mengangkat Kurator lain dan/atau Kurator tambahan atas
permohonan Kurator sendiri, Kurator lain jika ada, Hakim Pengawas atau
permintaan Debitor pailit, setelah memanggil dan mendengar Kurator (Pasal 71 ayat (1));
35. Harus
memberhentikan atau mengangkat Kurator atas permohonan atau atas usul kreditor
konkuren berdasarkan putusan rapat Kreditor, berdasarkan persetujuan lebih dari
1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang hadir yang mewakili lebih 1/2 (satu
perdua) jumlah piutang kreditor konkuren (Pasal
71 ayat (2));
36. Membentuk
panitia kreditor sementara dalam putusan pernyataan pailit atau dengan
penetapan dengan maksud memberikan nasihat kepada Kurator (Pasal 79 ayat (1));
37. Mengganti
Kreditor dalam hal seorang Kreditor yang ditunjuk sebagai panitia kreditor
sementara menolak pengangkatannya, berhenti atau meninggal, diantara 2 (dua)
calon yang diusulkan oleh Hakim Pengawas (Pasal
79 ayat (3));
38. Memrintahkan
supaya Debitor pailit ditahan, atas usul Hakim Pengawas, permintaan Kurator,
atau atas permintaan seorang Kreditor atau lebih, di rumah Tahanan Negara atau
di rumahnya sendiri, dibawah pengawasan Jaksa yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas
(Pasal 93 ayat (1));
39. Memperpanjang
masa penahanan Debitor Pailit atas usul Hakim Pengawas atau atas permintaan
Kurator atau seorang Kreditor atau lebih, setiap kali untuk jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari (Pasal 93 ayat
(4) dan (3));
40. Melepas
Debitor Pailit dari tahanan atas usul Hakim Pengawas atau atas permohonan
Debitor Pailit, dengan jaminan uang dari pihak ketiga (Pasal 94 ayat (1));
41. Menetapkan
jumlah uang jaminan dari pihak ketiga yang menjadi syarat melepas Debitor
Pailit dari tahanan (Pasal 94 ayat (2)
dan (1));
42. Menerima
permintaan penyegelan harta pailit dari Kurator berdasarkan alasan untuk
mengamankan harta pailit melalui Hakim Pengawas (Pasal 99 ayat (1));
43. Menyelesaikan
perselisihan dalam hal ada bantahan atas suatu piutang yang tidak dapat
didamaikan oleh Hakim Pengawas (Pasal
127 ayat (1));
44. Mengakui
piutang yang dibantah dalam hal yang melakukan bantahan tidak datang menghadap
sidang (Pasal 127 ayat (4));
45. Menangguhkan
pemeriksaan terhadap bantahan yang diajukan oleh Kurator karena disahkannya
perdamaian dalam kepailitan (Pasal 128
ayat (1));
46. Memutus
mengenai biaya perkara dalam hal perkara bantahan yang diajukan oleh Kreditor
peserta, setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 128 ayat (5));
47. Memperbaiki
berita acara rapat pencocokan piutang apabila dari dokumen mengenai kepailitan
terdapat kekeliruan, atas permintaan Kurator, Kreditor, atau Debitor Pailit (Pasal 143 ayat (4) dan (2));
48. Membetulkan
berita acara rapat mengenai rencana perdamaian yang diajukan Kreditor atau
Debitor Pailit apabila dari dokumen mengenai rencana perdamaian ternyata Hakim
Pengawas secara keliru menganggap rencana perdamaian ditolak (Pasal 155 dan Pasal 154 ayat (3));
49. Menerima
penetapan hari sidang dari Hakim Pengawas untuk memutuskan disahkan atau
tidaknya rencana perdamaian (Pasal 156
ayat (1));
50. Menetapkan
hari sidang untuk mensahkan atau menolak rencana perdamaian dalam hal terjadi
pembetulan berita acara rapat (Pasal 156
ayat (2) dan Pasal 155);
51. Menetapkan
hari sidang paling singkat 8 (delapan) hari dan paling lambat 14 (empat belas)
hari setelah diterimanya rencana perdamaian atau setelah penetapan pembetulan
berita acara (Pasal 156 ayat (3) dan
Pasal 155);
52. Memberikan
penetapan tentang pengesahan atau penolakan rencana perdamaian pada hari sidang
yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengawas atau paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah tanggal sidang (Pasal 159 ayat
(1) dan Pasal 158 ayat (1));
53. Wajib
menolak pengesahan perdamaian, dengan syarat harta Debitor jauh lebih besar
daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian, dan seterusnya (Pasal 159);
54. Memberikan
kelonggaran kepada Debitor untuk memenuhi kewajiban isi perdamaian yang telah
disahkan, paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah putusan (Pasal 170 ayat (3) dan Pasal 172 ayat
(2));
55. Menerima
penetapan Hakim Pengawas mengenai hari sidang untuk memeriksa perlawanan daftar
pembagian (Pasal 194 ayat (1) dan Pasal
192 ayat (1));
56. Memeriksa
laporan tertulis Hakim Pengawas dan mendengar alasan Kurator dan setiap
Kreditor yang mendukung atau membantah daftar pembagian dalam sidang perlawanan
daftar pembagian (Pasal 194 ayat (5));
57. Memberikan
putusan perlawanan daftar pembagian pada hari sidang atau paling lama 7 (tujuh)
hari kemudian (Pasal 194 ayat (6));
58. Menerima
perlawanan dari Kreditor yang piutangnya belum dicocokkan dan Kreditor yang
piutangnya telah dicocokkan untuk suatu jumlah yang sangat rendah (Pasal 195 ayat (1));
59. Memerintahkan
Kurator membereskan dan membagi bagian yang tadinya dicadangkan bagi Kreditor
yang hak untuk didahulukan dibantah, jatuh kembali dalam harta pailit dan harta
pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui (Pasal 203 dan Pasal 198 ayat (3));
60. Menyatakan
harta kekayaan orang yang meninggal dalam keadaan pailit, apabila dua atau
lebih Kreditor mengajukan permohonan pernyataan pailit (Pasal 207);
61. Menerima
permohonan pernyataan pailit yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal
terakhir Debitor yang meninggal (Pasal
208 ayat (1) dan Pasal 107);
62. Menerima
permohonan pernyataan pailit dalam tenggang waktu paling lambat 90 (sembilan
puluh) hari setelah Debitor meninggal (Pasal 210);
63. Menerima
permohonan rehabilitasi setelah berakhirnya kepailitan dari Debitor atau ahli
warisnya (Pasal 215, Pasal 166 ayat (1),
Pasal 202 ayat (1), dan Pasal 207);
64. Mengabulkan
permohonan rehabilitasi apabila pada surat permohonan rehabilitasi dilampirkan
bukti yang menyatakan bahwa semua Kreditor yang diakui sudah memperoleh
pembayaran secara memuaskan (Pasal 216);
65. Memerintahkan
mengumumkan permohonan rehabilitasi dan menunjuk 2 (dua) surat kabar harian
untuk mengumumkan permohonan rehabilitasi (Pasal
217 dan Pasal 216);
66. Menerima
permohonan keberatan terhadap permohonan rehabilitasi dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari setelah permohonan rehabilitasi diumumkan, dari Kreditor yang
diakui (Pasal 218 ayat (1));
67. Mengabulkan
atau menolak permohonan rehabilitasi setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enam
puluh) hari setelah permohonan rehabilitasi diumumkan, terlepas diajukannya
atau tidak diajukannya keberatan (Pasal
219 dan Pasal 218 ayat (1));
68. Mengucapkan
putusan yang mengabulkan permohonan rehabilitasi dalam sidang yang terbuka
untuk umum dan memerintahkan mencatat putusan dalam daftar umum (Pasal 221 dan Pasal 20 ayat (1) dan (2));
B. DALAM PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
1. Menerima
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh
Debitor atau Kreditor yang ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya (Pasal 224 ayat (1), Pasal 222 ayat
(1),(2),(3) dan Pasal 3);
2. Wajib
memanggil Debitor dalam hal permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang
diajukan oleh Kreditor, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang (Pasal 224 ayat (3));
3. Menerima
daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti
secukupnya dan bila ada, rencana perdamaian pada sidang pemeriksaan permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang (Pasal
224 ayat (4) dan (3));
4. Harus
mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S),
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal pendaftaran surat
permohonan, dalam hal permohonan diajukan oleh
Debitor (Pasal 225 ayat (2) dan
Pasal 224 ayat (1));
5. Harus
menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim Pengadilan Niaga dalam putusan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 225 ayat (2));
6. Harus
mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus dalam putusan permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal
225 ayat (2));
7. Harus
mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S)
dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal pendaftaran surat
permohonan, dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor (Pasal 225 ayat (3));
8. Harus
menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan Niaga dalam putusan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 225 ayat (3));
9. Mengangkat
1 (satu) atau lebih Pengurus dalam putusan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang sementara (Pasal 225
ayat (3));
10. Melalui
pengurus, wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat
tercatat atau melalui kurir untuk menghadap sidang hari ke-45 (Pasal 225 ayat (4));
11. Menyatakan
Debitor Pailit, dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang pada hari ke-45,
sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) diucapkan
(Pasal 225 ayat (5) dan (4));
12. Mendengar
Debitor, Hakim Pengawas, Pengurus dan Kreditor atau wakilnya dalam sidang
permusyawaratan pada hari ke-45 sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran
utang sementara (Pasal 228 ayat (1) dan
Pasal 226 ayat (1));
13. Melakukan
pemungutan suara tentang rencana perdamaian yang telah dilampirkan/disampaikan,
pada sidang hari ke-45, apabila tidak ada putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang berakhir (Pasal 228
ayat (3), Pasal 224 ayat (2) dan Pasal 267);
14. Melakukan
pemungutan suara untuk menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban
pembayaran tetap (PKPU-T) atas permintaan Debitor (Pasal 228 ayat (4));
15. Menyatakan
Debitor pailit, dalam hal tidak dapat ditetapkan penundaan kewajiban pembayaran
utang tetap (PKPU-T) (Pasal 285 ayat (5),(4)
dan Pasal 225 ayat (4));
16. Menetapkan
pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap (PKPU-T) berikut
perpanjangannya dengan cara melakukan pemungutan suara (Pasal 229 ayat (1));
17. Memutus
terlebih dahulu permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, apabila
permohonan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa
pada saat bersamaan (Pasal 229 ayat (3)
dan (4));
18. Menyatakan
Debitor pailit paling lambat pada hari berikutnya setelah menerima
pemberitahuan Hakim Pengawas tentang berakhirnya jangka waktu penundaan
kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) (Pasal 230 ayat (1) dan Pasal 228 ayat (6));
19. Harus
mengangkat panitia kreditor, karena utang yang bersifat rumit, banyak kreditor
atau dikehendaki oleh Kreditor (Pasal 231
ayat (1));
20. Menetapkan
besarnya imbalan jasa pengurus berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
(bidang hukum dan perundang-undangan) setelah penundaan kewajiban pembayaran
utang berakhir (Pasal 234 ayat (5));
21. Mengabulkan
usul penggantian pengurus dan mengangkat pengurus lain dan atau mengangkat
pengurus tambahan, atas usul Hakim Pengawas, permohonan Kreditor, permohonan
pengurus sendiri atau pengurus lainnya (Pasal
236 ayat (3));
22. Memasukkan
ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan Kreditor, dalam putusan yang
mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) (Pasal 237 ayat (1));
23. Menyatakan
sita yang telah diletakkan gugur dan melepaskan Debitor dari sandera, atas
permintaan pengurus (Pasal 242 ayat (2));
24. Mengangkat
sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta Debitor, atas
permintaan pengurus atau Hakim Pengawas (Pasal
242 ayat (2));
25. Mengakhiri
penundaan kewajiban pembayaran utang atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau
lebih Kreditor atau atas prakarsa Pengadilan, karena tindakan Debitor atau
keadaan harta Debitor (Pasal 255 ayat (1));
26. Menerima
permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh
Pengurus, karena Debitor bertindak dengan iktikad buruk dan keadaan harta
Debitor tidak memungkinkan dilanjutkannya PKPU (Pasal 255 ayat (2) dan ayat (1) huruf a dan e);
27. Mendengar
pemohon pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang, Debitor dan Pengurus
pada tanggal yang sudah ditetapkan (Pasal
255 ayat (3));
28. - Memeriksa permohonan
pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang dalam jangka waktu 10
(sepuluh) hari sejak permohonan;
-
Memutus dan mengucapkan putusan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak
selesainya pemeriksaan (Pasal 255 ayat (4));
29. Memuat
alasan yang menjadi dasar putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran
utang (Pasal 255 ayat (5));
30. Menyatakan
debitor pailit dalam putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang (Pasal 255 ayat (6));
31. Memerintahkan
agar Kreditor diberitahu secara tertulis bahwa pemohon pengakhiran penundaan
kewajiban pembayaran utang, Debitor dan Pengurus tidak dapat didengar pada
tanggal yang sudah ditetapkan (Pasal 258
ayat (1) dan Pasal 225 ayat (3));
32. –
Menetapkan tanggal lain untuk memberikan permohonan pengakhiran penundaan
kewajiban pembayaran utang;
-
Memerintahkan pengurus memanggil kreditor pada sidang yang ditetapkan (Pasal
258 ayat (2));
33. Memutus
permohonan pencabutan penundaan kewajiban pembayaran utang atas permohonan
Debitor, setelah memanggil dan mendengar pengurus dan kreditor (Pasal 259 ayat (1));
34. Memanggil
Pengurus dan Kreditor melalui juru sita paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum
sidang (Pasal 259 ayat (2));
35. Menerima
dan memutus permohonan permintaan
perbaikan berita acara rapat, yang diajukan oleh Debitor dan Kreditor
yang memberi suara mendukung rencana perdamaian dalam waktu 8 (delapan) hari
setelah tanggal pemungutan suara (Pasal 283
ayat (1));
36. Menentukan
tanggal pengesahan perdamaian paling singkat 8 (delapan) hari dan paling lambat
14 (empat belas) hari setelah putusan perbaikan berita acara (Pasal 283 ayat (2));
37. Menerima
laporan tertulis dari Hakim Pengawas bahwa rencana perdamaian diterima dan
tanggal yang telah ditentukan untuk pengesahan perdamaian (Pasal 284 ayat (1));
38. Mengundurkan
dan menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian paling lambat 14
(empat belas) hari setelah tanggal yang ditentukan oleh Hakim Pengawas (Pasal 284 ayat (3) dan (1));
39. Memberikan
putusan mengenai pengesahan perdamaian disertai dengan alasan-alasannya (Pasal 285 ayat (1) dan Pasal 284 ayat (3));
40. Wajib
menolak untuk mengesahkan perdamaian disertai dengan alasan-alasan (Pasal 285 ayat (2));
41. Wajib
menyatakan Debitor Pailit dalam putusan yang menolak mengesahkan perdamaian (Pasal 285 ayat (3) dan Pasal 226 ayat (1));
42. Menerima
pemberitahuan penolakan rencana perdamaian dari Hakim Pengawas, yang disertai
salinan rencana perdamaian dan berita acara rapat (Pasal 289, Pasal 282 ayat (1), Pasal 283 ayat (1));
43. Menyatakan
Debitor Pailit setelah menerima pemberitahuan penolakan rencana perdamaian dari
Hakim Pengawas, apabila tidak ada putusan perbaikan berita acara rapat (Pasal 289 dan Pasal 283 ayat (1));
Comments
Post a Comment