TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PEMERIKSA/PEMUTUS PERKARA DALAM KPKPU



TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PEMERIKSA/ PEMUTUS PERKARA

A. DALAM PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT
1.      Menyatakan pailit Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih atas permohonan Debitor maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya (Pasal 2 ayat (1));
2.      Memutuskan permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor (Pasal 3 ayat (1));
3.      Memutuskan permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor (Pasal 3 ayat (3));
4.      Memutuskan permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor adalah persero suatu firma yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma (Pasal 3 ayat (3));
5.      Memutuskan permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor tidak berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 3 ayat (4));
6.      Memutuskan permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor merupakan badan hukum di tempat kedudukan hukumnya sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya (Pasal 3 ayat (5));
7.      Mempelajari permohonan pernyataan pailit dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 6 ayat (5));
8.      Menyelenggarakan sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh hari) setelah tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 6 ayat (6));
9.      Menunda penyelenggaraan sidang pemeriksaan permohonan pernyataan pailit sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima hari) setelah tanggal permohonan didaftarkan, atas permohonan Debitor berdasarkan alasan yang cukup (Pasal 6 ayat (7) dan (5));
10.  Wajib memanggil Debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8 ayat (1) sub a);
11.  Dapat memanggil Kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit  diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi (Pasal 8 ayat (1) sub b dan Pasal 2 ayat (1));
12.  Mengabulkan permohonan pernyataan pailit apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana (Pasal 8 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (1));
13.  Mengucapkan putusan permohonan pernyataan pailit paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5));
14.  Wajib memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 8 ayat (6)) sub a dan Pasal 8 ayat (5));
15.  Wajib memuat pertimbangan hukum dan pendapat yanng berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis (Pasal 8 ayat (6) sub b dan Pasal 8 ayat (5));
16.  Mengucapkan putusan permohona  pernyataan pailit yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan, dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan lebih dahulu (Pasal 8 ayat (7) dan (6));
17.  Wajib menyampaikan salinan putusan permohonan pernyataan pailit paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan diucapkan, kepada Debitor pemohon pernyataan pailit, Kurator dan Hakim Pengawas, dengan surat kilat tercatat (Pasal 9 dan Pasal 8 ayat (6));
18.  Menerima permohonan dari  setiap Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan untuk : (Pasal 10 ayat (1));
a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor;
b. Menunjuk Kurator sementara.
19.  Menetapkan syarat agar Kreditor pemmohon sita jaminan memberikan jaminan yang dianggap wajar oleh Hakim Pemeriksa/Pemutus Perkara (Pasal 10 ayat (3) dan ayat (1) huruf a);
20.  Mengangkat kurator dan menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1));
21.  Mengangkat Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator dalam hal pemohon yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan Kurator (Pasal 15 ayat (2));
22.  Menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator, dalam hal membatalkan putusan pernyataan pailit (Pasal 17 ayat (2));
23.  Menetapkan perbandingan pembebanan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator kepada pemohon pernyataan pailit atau kepada pemohon dan Debitor (Pasal 17 ayat (3) dan (2));
24.  Memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia Kreditor sementara jika ada serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitor (Pasal 18 ayat (1));
25.  Menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator dalam putusan pencabutan pernyataan pailit (Pasal 18 ayat (3));
26.  Membebankan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator kepada Debitor dalam putusan pencabutan pernyataan pailit (Pasal 18 ayat (4) dan (3));
27.  Menerima permohonan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 41 ayat (1));
28.  Menerima permohonan perlawanan atas penolakan Hakim Pengawas untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan hak eksekusi Kreditor pemegang hak tanggungan dan seterusnya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1), dalam jangka watu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan (Pasal 58 ayat (3) dan (2));
29.  Wajib memutuskan permohonan perlawanan atas penolakan Hakim Pengawas untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan hak eksekusi Kreditor pemegang hak tanggungan dan seterusnya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah perlawanan diterima (Pasal 58 ayat (3) dan (2));
30.  Wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit (Pasal 66);
31.  Menerima pelimpahan pemeriksaan saksi atas permintaan Hakim Pengawas dari Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya tidak meliputi tempat tinggal saksi (Pasal 67 ayat (4));
32.  Menerima permohonan banding atas semua penetapan Hakim Pengawas, dalam waktu 5 (lima) hari setelah penetapan dibuat (Pasal 68 ayat (1) dan (2));
33.  Memeriksa ada tidaknya izin Hakim Pengawas kepada Kurator untuk menghadap di sidang Pengadilan (Pasal 69 ayat (5), Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 59 ayat (3));
34.  Mengabulkan usul penggantian dan mengangkat Kurator lain dan/atau Kurator tambahan atas permohonan Kurator sendiri, Kurator lain jika ada, Hakim Pengawas atau permintaan Debitor pailit, setelah memanggil dan mendengar Kurator (Pasal 71 ayat (1));
35.  Harus memberhentikan atau mengangkat Kurator atas permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan putusan rapat Kreditor, berdasarkan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang hadir yang mewakili lebih 1/2 (satu perdua) jumlah piutang kreditor konkuren (Pasal 71 ayat (2));
36.  Membentuk panitia kreditor sementara dalam putusan pernyataan pailit atau dengan penetapan dengan maksud memberikan nasihat kepada Kurator (Pasal 79 ayat (1));
37.  Mengganti Kreditor dalam hal seorang Kreditor yang ditunjuk sebagai panitia kreditor sementara menolak pengangkatannya, berhenti atau meninggal, diantara 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Hakim Pengawas (Pasal 79 ayat (3));
38.  Memrintahkan supaya Debitor pailit ditahan, atas usul Hakim Pengawas, permintaan Kurator, atau atas permintaan seorang Kreditor atau lebih, di rumah Tahanan Negara atau di rumahnya sendiri, dibawah pengawasan Jaksa yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas (Pasal 93 ayat (1));
39.  Memperpanjang masa penahanan Debitor Pailit atas usul Hakim Pengawas atau atas permintaan Kurator atau seorang Kreditor atau lebih, setiap kali untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari (Pasal 93 ayat (4) dan (3));
40.  Melepas Debitor Pailit dari tahanan atas usul Hakim Pengawas atau atas permohonan Debitor Pailit, dengan jaminan uang dari pihak ketiga (Pasal 94 ayat (1));
41.  Menetapkan jumlah uang jaminan dari pihak ketiga yang menjadi syarat melepas Debitor Pailit dari tahanan (Pasal 94 ayat (2) dan (1));
42.  Menerima permintaan penyegelan harta pailit dari Kurator berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit melalui Hakim Pengawas (Pasal 99 ayat (1));
43.  Menyelesaikan perselisihan dalam hal ada bantahan atas suatu piutang yang tidak dapat didamaikan oleh Hakim Pengawas (Pasal 127 ayat (1));
44.  Mengakui piutang yang dibantah dalam hal yang melakukan bantahan tidak datang menghadap sidang (Pasal 127 ayat (4));
45.  Menangguhkan pemeriksaan terhadap bantahan yang diajukan oleh Kurator karena disahkannya perdamaian dalam kepailitan (Pasal 128 ayat (1));
46.  Memutus mengenai biaya perkara dalam hal perkara bantahan yang diajukan oleh Kreditor peserta, setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 128 ayat (5));
47.  Memperbaiki berita acara rapat pencocokan piutang apabila dari dokumen mengenai kepailitan terdapat kekeliruan, atas permintaan Kurator, Kreditor, atau Debitor Pailit (Pasal 143 ayat (4) dan (2));
48.  Membetulkan berita acara rapat mengenai rencana perdamaian yang diajukan Kreditor atau Debitor Pailit apabila dari dokumen mengenai rencana perdamaian ternyata Hakim Pengawas secara keliru menganggap rencana perdamaian ditolak (Pasal 155 dan Pasal 154 ayat (3));
49.  Menerima penetapan hari sidang dari Hakim Pengawas untuk memutuskan disahkan atau tidaknya rencana perdamaian (Pasal 156 ayat (1));
50.  Menetapkan hari sidang untuk mensahkan atau menolak rencana perdamaian dalam hal terjadi pembetulan berita acara rapat (Pasal 156 ayat (2) dan Pasal 155);
51.  Menetapkan hari sidang paling singkat 8 (delapan) hari dan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya rencana perdamaian atau setelah penetapan pembetulan berita acara (Pasal 156 ayat (3) dan Pasal 155);
52.  Memberikan penetapan tentang pengesahan atau penolakan rencana perdamaian pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengawas atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal sidang (Pasal 159 ayat (1) dan Pasal 158 ayat (1));
53.  Wajib menolak pengesahan perdamaian, dengan syarat harta Debitor jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian, dan seterusnya (Pasal 159);
54.  Memberikan kelonggaran kepada Debitor untuk memenuhi kewajiban isi perdamaian yang telah disahkan, paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah putusan (Pasal 170 ayat (3) dan Pasal 172 ayat (2));
55.  Menerima penetapan Hakim Pengawas mengenai hari sidang untuk memeriksa perlawanan daftar pembagian (Pasal 194 ayat (1) dan Pasal 192 ayat (1));
56.  Memeriksa laporan tertulis Hakim Pengawas dan mendengar alasan Kurator dan setiap Kreditor yang mendukung atau membantah daftar pembagian dalam sidang perlawanan daftar pembagian (Pasal 194 ayat (5));
57.  Memberikan putusan perlawanan daftar pembagian pada hari sidang atau paling lama 7 (tujuh) hari kemudian (Pasal 194 ayat (6));
58.  Menerima perlawanan dari Kreditor yang piutangnya belum dicocokkan dan Kreditor yang piutangnya telah dicocokkan untuk suatu jumlah yang sangat rendah (Pasal 195 ayat (1));
59.  Memerintahkan Kurator membereskan dan membagi bagian yang tadinya dicadangkan bagi Kreditor yang hak untuk didahulukan dibantah, jatuh kembali dalam harta pailit dan harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui (Pasal 203 dan Pasal 198 ayat (3));
60.  Menyatakan harta kekayaan orang yang meninggal dalam keadaan pailit, apabila dua atau lebih Kreditor mengajukan permohonan pernyataan pailit (Pasal 207);
61.  Menerima permohonan pernyataan pailit yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal terakhir Debitor yang meninggal (Pasal 208 ayat (1) dan Pasal 107);
62.  Menerima permohonan pernyataan pailit dalam tenggang waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah Debitor meninggal (Pasal  210);
63.  Menerima permohonan rehabilitasi setelah berakhirnya kepailitan dari Debitor atau ahli warisnya (Pasal 215, Pasal 166 ayat (1), Pasal 202 ayat (1), dan Pasal 207);
64.  Mengabulkan permohonan rehabilitasi apabila pada surat permohonan rehabilitasi dilampirkan bukti yang menyatakan bahwa semua Kreditor yang diakui sudah memperoleh pembayaran secara memuaskan (Pasal 216);
65.  Memerintahkan mengumumkan permohonan rehabilitasi dan menunjuk 2 (dua) surat kabar harian untuk mengumumkan permohonan rehabilitasi (Pasal 217 dan Pasal 216);
66.  Menerima permohonan keberatan terhadap permohonan rehabilitasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan rehabilitasi diumumkan, dari Kreditor yang diakui (Pasal 218 ayat (1));
67.  Mengabulkan atau menolak permohonan rehabilitasi setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan rehabilitasi diumumkan, terlepas diajukannya atau tidak diajukannya keberatan (Pasal 219 dan Pasal 218 ayat (1));
68.  Mengucapkan putusan yang mengabulkan permohonan rehabilitasi dalam sidang yang terbuka untuk umum dan memerintahkan mencatat putusan dalam daftar umum (Pasal 221 dan Pasal 20 ayat (1) dan (2));

B. DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
1.      Menerima permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh Debitor atau Kreditor yang ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya (Pasal 224 ayat (1), Pasal 222 ayat (1),(2),(3) dan Pasal 3);
2.      Wajib memanggil Debitor dalam hal permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh Kreditor, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang (Pasal 224 ayat (3));
3.      Menerima daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya dan bila ada, rencana perdamaian pada sidang pemeriksaan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (Pasal 224 ayat (4) dan (3));
4.      Harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S), dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal pendaftaran surat permohonan, dalam hal permohonan diajukan oleh  Debitor (Pasal 225 ayat (2) dan Pasal 224 ayat (1));
5.      Harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim Pengadilan Niaga dalam putusan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 225 ayat (2));
6.      Harus mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus dalam putusan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 225 ayat (2));
7.      Harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal pendaftaran surat permohonan, dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor (Pasal 225 ayat (3));
8.      Harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan Niaga dalam putusan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 225 ayat (3));
9.      Mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus dalam putusan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 225 ayat (3));
10.  Melalui pengurus, wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir untuk menghadap sidang hari ke-45 (Pasal 225 ayat (4));
11.  Menyatakan Debitor Pailit, dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang pada hari ke-45, sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) diucapkan (Pasal 225 ayat (5) dan (4));
12.  Mendengar Debitor, Hakim Pengawas, Pengurus dan Kreditor atau wakilnya dalam sidang permusyawaratan pada hari ke-45 sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (Pasal 228 ayat (1) dan Pasal 226 ayat (1));
13.  Melakukan pemungutan suara tentang rencana perdamaian yang telah dilampirkan/disampaikan, pada sidang hari ke-45, apabila tidak ada putusan penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir (Pasal 228 ayat (3), Pasal 224 ayat (2) dan Pasal 267);
14.  Melakukan pemungutan suara untuk menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran tetap (PKPU-T) atas permintaan Debitor (Pasal 228 ayat (4));
15.  Menyatakan Debitor pailit, dalam hal tidak dapat ditetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap (PKPU-T) (Pasal 285 ayat (5),(4) dan Pasal 225 ayat (4));
16.  Menetapkan pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap (PKPU-T) berikut perpanjangannya dengan cara melakukan pemungutan suara (Pasal 229 ayat (1));
17.  Memutus terlebih dahulu permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, apabila permohonan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat bersamaan (Pasal 229 ayat (3) dan (4));
18.  Menyatakan Debitor pailit paling lambat pada hari berikutnya setelah menerima pemberitahuan Hakim Pengawas tentang berakhirnya jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) (Pasal 230 ayat (1) dan Pasal 228 ayat (6));
19.  Harus mengangkat panitia kreditor, karena utang yang bersifat rumit, banyak kreditor atau dikehendaki oleh Kreditor (Pasal 231 ayat (1));
20.  Menetapkan besarnya imbalan jasa pengurus berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri (bidang hukum dan perundang-undangan) setelah penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir (Pasal 234 ayat (5));
21.  Mengabulkan usul penggantian pengurus dan mengangkat pengurus lain dan atau mengangkat pengurus tambahan, atas usul Hakim Pengawas, permohonan Kreditor, permohonan pengurus sendiri atau pengurus lainnya (Pasal 236 ayat (3));
22.  Memasukkan ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan Kreditor, dalam putusan yang mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPU-S) (Pasal 237 ayat (1));
23.  Menyatakan sita yang telah diletakkan gugur dan melepaskan Debitor dari sandera, atas permintaan pengurus (Pasal 242 ayat (2));
24.  Mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta Debitor, atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas (Pasal 242 ayat (2));
25.  Mengakhiri penundaan kewajiban pembayaran utang atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih Kreditor atau atas prakarsa Pengadilan, karena tindakan Debitor atau keadaan harta Debitor (Pasal 255 ayat (1));
26.  Menerima permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh Pengurus, karena Debitor bertindak dengan iktikad buruk dan keadaan harta Debitor tidak memungkinkan dilanjutkannya PKPU (Pasal 255 ayat (2) dan ayat (1) huruf a dan e);
27.  Mendengar pemohon pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang, Debitor dan Pengurus pada tanggal yang sudah ditetapkan (Pasal 255 ayat (3));
28.   - Memeriksa permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak permohonan;
- Memutus dan mengucapkan putusan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak selesainya pemeriksaan (Pasal 255 ayat (4));
29.  Memuat alasan yang menjadi dasar putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang (Pasal 255 ayat (5));
30.  Menyatakan debitor pailit dalam putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang (Pasal 255 ayat (6));
31.  Memerintahkan agar Kreditor diberitahu secara tertulis bahwa pemohon pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang, Debitor dan Pengurus tidak dapat didengar pada tanggal yang sudah ditetapkan (Pasal 258 ayat (1) dan Pasal 225 ayat (3));
32.  – Menetapkan tanggal lain untuk memberikan permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang;
- Memerintahkan pengurus memanggil kreditor pada sidang yang ditetapkan (Pasal  258 ayat (2));
33.  Memutus permohonan pencabutan penundaan kewajiban pembayaran utang atas permohonan Debitor, setelah memanggil dan mendengar pengurus dan kreditor (Pasal 259 ayat (1));
34.  Memanggil Pengurus dan Kreditor melalui juru sita paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang (Pasal 259 ayat (2));
35.  Menerima dan memutus permohonan permintaan  perbaikan berita acara rapat, yang diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang memberi suara mendukung rencana perdamaian dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal pemungutan suara (Pasal 283 ayat (1));
36.  Menentukan tanggal pengesahan perdamaian paling singkat 8 (delapan) hari dan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan perbaikan berita acara (Pasal 283 ayat (2));
37.  Menerima laporan tertulis dari Hakim Pengawas bahwa rencana perdamaian diterima dan tanggal yang telah ditentukan untuk pengesahan perdamaian (Pasal 284 ayat (1));
38.  Mengundurkan dan menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal yang ditentukan oleh Hakim Pengawas (Pasal 284 ayat (3) dan (1));
39.  Memberikan putusan mengenai pengesahan perdamaian disertai dengan alasan-alasannya (Pasal 285 ayat (1) dan Pasal 284 ayat (3));
40.  Wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian disertai dengan alasan-alasan (Pasal 285 ayat (2));
41.  Wajib menyatakan Debitor Pailit dalam putusan yang menolak mengesahkan perdamaian (Pasal 285 ayat (3) dan Pasal 226 ayat (1));
42.  Menerima pemberitahuan penolakan rencana perdamaian dari Hakim Pengawas, yang disertai salinan rencana perdamaian dan berita acara rapat (Pasal 289, Pasal 282 ayat (1), Pasal 283 ayat (1));
43.  Menyatakan Debitor Pailit setelah menerima pemberitahuan penolakan rencana perdamaian dari Hakim Pengawas, apabila tidak ada putusan perbaikan berita acara rapat (Pasal 289 dan Pasal 283 ayat (1));

Comments

Popular Posts